Kekuasaan kehakiman : mahkamah konstitusi dan diskursus = judicial activism vs judicial restraint
Penulis
: Zainal Arifin Mochtar
Edisi
: Edisi 1, cetakan ke-1, Oktober 2021
Collation
: xxxvi, 176 halaman; 23 cm
Subyek
: kekuasaan kehakiman
Penerbit
: Rajawali Pers - Depok
Call Number
: 353.4
ZAI
k
Ringkasan :Setelah membaca halaman demi halaman buku karya Dr. Zainal Arifin
Mochtar yang mengalir elok ini, kita jadi paham kalau perdebatan perihal
judicial activism kontra judicial restraint baru mengemuka setelah
kekuasaan kehakiman, dalam perkembangannya, juga diberi "tugas"
menegakkan prinsip supremasi konstitusi (supremacy of the constitution)
melalui perannya sebagai penafsir konstitusi. Peran sebagai penafsir
konstitusi menjadi vital karena prinsip supremasi konstitusi (yang
dipelopori oleh Amerika Serikat dengan mengadopsi model konstitusi
tertulis) diletakkan sebagai bagian penting constitutionalism, yang
merupakan syarat utama negara demokrasi yang berdasarkan konstitusi
(constitutional democratic state).
Dengan memberikan peran menafsirkan konstitusi kepada pengadilan
berarti prinsip supremasi konstitusi itu ditegakkan melalui supremasi
pengadilan (judicial supremacy). Di Amerika Serikat, mula pertama
implementasi penegakan prinsip konstitusi melalui supremasi pengadilan
itu ditegaskan terutama ketika Mahkamah Agung Amerika Serikat
menyatakan pengadilan memiliki kewenangan menguji konstitusionalitas
undang-undang dalam kasus Marbury v. Madison (1803). Sejak saat itu
hingga kini, secara akademik, isu judicial activism kontra judicial restraint
masih tetap berada dalam "status" inconclusive discourse.
(I Dewa Gede Palguna, Hakim Konstitusi 2003-2008 dan 2015-2020).
Daftar copy :
No. |
Barcode |
Lokasi |
No. Rak |
Ketersediaan |
1 |
00253246 |
Perpustakaan Pusat UMY |
|
Tersedia |
Diproses dalam : 0.16300082206726 detik