Ringkasan :
"Kowe ki Jurusan Politik dan Pemerintahan kok neliti grafiti to Mbak? Opo hubungane?"("Anda dari Jurusan Politik dan Pemerintahan, mengapa meneliti tentang grafiti? Apa hubungannya?") Pertanyaan tersebut sering muncul ketika Penulis sedang melakukan penelitian untuk menyusun buku ini. Bahkan pertanyaan ini seperti telah menjadi sebuah pertanyaan wajib dari setiap narasumber yang ditujukan kepada Penulis. Mungkin memang terasa aneh, seorang mahasiswa Jurusan Politik dan Pemerintahan (JPP) Fisipol UGM melakukan penelitian terkait dengan grafiti, dan bukan tentang pemerintahan daerah atau mungkin kepartaian. Hal ini sangat wajar karena memang belum banyak orang menyadari bahwa politik tidak saja berada dalam ranah lembaga- lembaga formal, seperti negara, tapi juga sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari kita. Dalam konteks ini, politik sebenarnya bersifat sangat fluid, termasuk dalam hal strategi penyampaian aspirasi politik yang dapat dilakukan melalui media gambar. Perspektif daily polities seperti dijelaskan secara singkat diatas dipakai Penulis dalam buku ini untuk melacak fenomena grafitidi Yogyakarta Grafitisebenarnya merupakan media komunikasi politik sehari-hari yang berisi berbagai masalah sosial, ekonomi, budaya dan politik. Keberadaan grafitipada tembok jalanan yang notabene merupakan ruang publik juga mengandung relasi kuasa antar berbagai aktor. Studi ini menemukan indikasi bahwa ternyata dunia grafititelah "dimanfaatkan" oleh para pemilik modal, kelompok sosial dan budaya yang dominan, serta negara. Dengan kata lain, dunia grafiti telah mengalami "kromonisasi" atau penjinakan (domestication). Sebagai konsekuensinya, sebagai bahasa visual, grafitibukan lagi sekedar menjadi media dari representasi realitas sehari-hari versi grafitter,tapi grafitijuga telah menjadi media dari representasi dari kelompok-kelompok dominan.

Daftar copy :

 

Diproses dalam : 0.14672088623047 detik