da yang menyatakan bahwa bangsa yang maju adalah bangsa yang literet (membaca dan menulis). Tulisan merupakan sumber inspirasi, ilmu pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan perilaku bagi pembacanya. Seseorang bisa terinspirasi dan berbuat sesuatu lantaran memeroleh pengetahuan itu dari bacaan.
Tulisan merupakan warisan abadi yang diwariskan dari generasi ke generasi. Generasi penerus dapat memelajari ilmu pengetahuan pendahulunya melalui tulisan dan rekaman yang disimpan dan dilestarikan oleh perpustakaan. Penulis boleh mati, tetapi umur tulisan mereka akan abadi. Maka patut direnungkan pesan Pramudya Ananta Toer yang mengatakan :” Orang boleh pandai setinggi langit, tetapi selama tidak menulis, ia akan hilang”.(halaman 8). Begitu pentingnya penulisan bagi kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan, dan pelestarian ilmu pengetahuan. Penulis memiliki kedudukan mulya karena mengembangkan ilmu. Ilmuwan, profesional, dan budayawan yang menulis adalah dosennya para dosen dan gurunya pada guru. Dalam hal ini Imam Ghazali menyatakan :”If you are neither a prince nor child of a famous religious leader,do write”. (Apabila engkau bukan anak raja dan bukan anak ulama, maka menulislah). Raja dan ulama memiliki kedudukan terhormat termasuk anak keturunannya dalam masyarakat. Dalam masyarakat Jawa, keturunan raja masih menggunakan nama-nama kehormatan seperti Kanjeng Gusti, Raden Tumenggung, Adipati, Baiq, dan lainnya. Sedangkan keturunan ulama/kiyai dalam sebagian masyarakat diberu gekar Gus. Begitu mulianya seorang penulis menurut pendapat Imam Ghazali, maka kemuliyaan itu disamakan dengan anak raja atau anak ulama.
Tulisan memiliki banyak makna antara lain; mengembangkan ilmu pengetahuan, mewariskan nilai, mengaktifkan sel-sel otak, meningkatkan status, bahkan profesi yang tak kenal pensiun. Selama penulis masih sehat,terus menulis, dan menghasilkan karya, maka mereka tidak pensiun. Achdijat Karta Mihardja masih menulis novel di usianya yang ke 95 tahun.
Kultur baca dan menulis bangsa kita sangat rendah, baik di tingkat ASEAN apalagi di tingkat internasional. Hal ini antara lain dapat dilihat dari data pemeringkatan 4ICU dan webometric. Data peringkat Perguruan Tinggi 2016 di Asia berdasarkan Top 200 Universities in Asia by the 4ICU org.University Web Ranking. Dalam hal ini beberapa PTN Indonesia menduduki ranking bawah, seperti UGM (68), UI (91),UNS (101), ITB (162) dan UNDIP (165). Kemudian coba kita lihat bagaimana posisi Perguruan Tinggi kita dalam QS World University Ranking 2016 dari 916 PT dunia). Dalam posisi ini, ternyata UI (325), ITB (401-410), UGM (501 – 550), UNAIR (701+), IPB 701+), UNDIP (701+),dan ITS (701+). Kiranya merupakan tanda tanya besar, mengapa penulisan di negeri ini rendah. Padahal di negeri ini terdapat 4000 lebih PTN dan PTS, ribuan sarjana, doktor dan profesor . Ngapain mereka. Mengapa mereka hanya menulis karya akademik untuk kelulusan, mengejar angka kredit, dan sekedar mengesahkan tunjangan jabatan/kehormatan. Setelah itu, tidak menulis sampai meninggal dunia. Kalau sudah pensiun, untuk apa ilmu mereka. Mengapa sebagian besar mereka tidak memiliki kesadaran bahwa menulis ilmiah (terutama artikel, buku) merupakan tanggung jawab moral ilmuwan. Mengapa kalau masalah materi (gaji, tunjangan, fasilitas) selalu membandingkan dan malu dengan ilmuwan luar negeri. Akan tetapi kalau masalah produk keilmuan, justru tidak membandingkan dan tidak malu dengan ilmuwan luar negeri. Maka tak heran begitu pensiun hilanglah nama karena tidak menulis.
Buku ini menyajikan uraian betapa pentingya penulisan karya intelektual maupun karya artistik.Di sini diberikan kiat-kiat menulis karya ilmiah maupun menulis karya fiksi (novel , puisi, pantun dan lainnya). Juga disajikan seluk beluk plagiasi.