Ki Bagoes Hadikoesoemo atau Ki Bagus Hadikusumo lahir di kampung halaman Kauman Yogyakarta pada tanggal 11 Rabi'ul Akhir 1308 H / 24 November 1890. Beliau merupakan putra ketiga dari lima bersaudara Raden Kaji Lurah Hasyim, seorang abdi dalem putihan atau pejabat agama Islam di Kraton Yogyakarta. Pada tahun 1937, Ki Bagus diajak oleh Mas Mansoer untuk menjadi Wakil Ketua PP Muhammadiyah. Pada tahun 1942, ketika KH Mas Mansur dipaksa Jepang untuk menjadi ketua Putera (Pusat Tenaga Rakyat), Ki Bagus menggantikan posisi ketua umum Muhammadiyah yang ditinggalkannya. Posisi ini dijabat hingga tahun 1953. Semasa menjadi pemimpin Muhammadiyah, ia termasuk dalam anggota BPUPKI dan PPKI.
Pemerintah telah menganugerahkan gelar pahlawan nasional terhadap Ki Bagus Hadikusumo. Pengukuhan gelar pahlawan nasional tersebut, melalui Keputusan Presiden No 116/TK Tahun 2015 tanggal 4 November 2015 oleh Presiden Joko Widodo. Hal tersebut bukan tanpa alas an. Cucu Ki Bagus Hadikusumo, Muhammad Nuskhi menjelaskan bahwa dalam persiapan kemerdekaan Indonesia, Ki Bagus Hadikusumo merupakan salah satu anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Salah satu peran besar Ki Bagus, adalah meletakkan dasar Mukaddimah atau Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang kemudian tertuang dalam Pancasila. ''Beliau yang kemudian mengusulkan agar tujuh kata dalam Piagam Jakarta dihilangkan, sehingga bunyinya menjadi seperti yang tertuang dalam sila pertama Pancasila,'' ungkap Muhammad Nuskhi.
Pada awal mulanya Bung Karno mengemukakan konsep dasar negara. Dalam konsep tersebut beliau mengusulkan “Ketuhanan” di bagian akhir sebagai dasar negara. Namun dalam hal ini Ki Bagus merasa keberatan dan menolak konsep tersebut. Beliau mengusulkan agar kata “Ketuhanan” diganti dengan “Ketuhanan Yang Maha Esa” dan diletakkan di bagian pertama sebagai dasar negara. Hal ini dilakukan karena sifat beliau yang selalu mengedepankan sikap toleransi dalam beragama. Alhasil usulan tersebut diterima dan ini merupakan keberhasilan diplomasi tokoh Muhammadiyah. Dengan kata lain hal ini dapat dipahami bahwa Muhammadiyah ikut andil dalam mendirikan NKRI yang merupakan rumah besar bangsa Indonesia yang menurut bahasa Muhammadiyah sebagai Darul ‘Ahdi wasy Syahadah.
Referensi: