Ciri fundamendal Muhammadiyah sebagai gerakan pemurnian Islam adalah ketergantungannya yang sangat kuat terhadap al-Qur’an dan Sunnah. Namun tidak sedikit masyarakat awam yang membandingkan bahwasanya Muhammadiyah tidak seperti golongan Nahdatul Ulama (NU) yang cenderung mengikuti mazhab. Sekretaris Divisi Kajian al Qur’an dan Hadis Majelis Tarjih Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, H. Aly Aulia, Lc. M.Hum. menjelaskan tiga alasan kenapa Muhammadiyah tidak bermazhab sesuai dengan yang sudah difatwakan oleh Majelis Tarjih dalam Buku Kumpulan Tanya Jawab Agama (TJA).
Beliau menjelaskan alasan pertama Muhammadiyah tidak fanatik terhadap salah satu mazhab yaitu karena agama Islam yang dipahami oleh Muhammadiyah adalah agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sesuai dengan sabda Rasulullah saw: “Diriwayatkan dari Anas bin Malik berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda: Aku telah meninggalkan kepadamu sekalian dua perkara, tidak akan tersesat kamu selama berpegang teguh dengan keduanya yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya”. (Diriwayatkan oleh Malik dalam kitab Muwattha’). Namun demikian, Direktur Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta ini menegaskan bahwa, meski tidak fanatik terhadap salah satu mazhab, tapi Muhammadiyah tidak menolak sama sekali pendapat-pendapat dari mazhab yang ada sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
Alasan kedua adalah kaitannya dengan wawasan tajdid. Bagi Muhammadiyah, terdapat ajaran agama yang masih terbuka dan sudah tertutup. Ajaran yang tertutup meliputi aspek aqidah, akhlak, dan ibadah. Sementara ajaran agama yang masih terbuka yakni muamalah duniawiyah.
Alasan ketiga adalah wawasan tentang keterbukaan dan toleransi atas perbedaan. Dalam hal ini Muhammadiyah terbuka akan kritik, serta toleran dalam kaitan dengan pandangan keagamaan yang lain. Wawasan ini menjadikan fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Tarjih tidak diklaim menjadi yang paling benar dan menyalahkan yang lain.
“Muhammadiyah ini tidak terikat kepada salah satu di antara mazhab-mazhab tertentu, akan tetapi mazhab tadi itu kemudian dijadikan sebagai referensi. Pendapat-pendapat mazhab tadi itu bisa dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan hukum,” ujar Aly Aulia, Lc. M.Hum pada (22/6) di Masjid KH. Ahmad Dahlan, UMY.
Sumber : Muhammadiyah.or.id