Komunikasi publik adalah proses penyampaian informasi dan pesan kepada khalayak umum. Tujuan utama dari komunikasi publik adalah untuk memberikan pemahaman yang baik tentang suatu topik atau masalah yang relevan. Namun, sayangnya, dalam beberapa kasus, komunikasi publik justru membuat gaduh dan merusak keadaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk memastikan bahwa komunikasi publik mencerdaskan, bukan membuat gaduh.
Salah satu cara untuk mencapai tujuan ini adalah dengan menggunakan gaya bahasa populer dalam komunikasi publik. Bahasa populer mudah dipahami oleh masyarakat umum, sehingga memudahkan mereka untuk memahami pesan yang ingin disampaikan. Namun, hal ini tidak boleh dijadikan alasan untuk mengabaikan kualitas informasi dan pesan yang disampaikan. Dalam melakukan komunikasi publik yang mencerdaskan, perlu memperhatikan beberapa hal. Pertama, konteks harus dipahami dengan baik. Sebelum menyampaikan informasi atau pesan, perlu memahami latar belakang dan kebutuhan audiens yang dituju. Hal ini akan membantu untuk menyampaikan pesan yang relevan dan tepat sasaran.
Kedua, pesan yang disampaikan harus jelas dan mudah dipahami. Dalam menyampaikan pesan, perlu menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat umum. Selain itu, informasi yang disampaikan harus disajikan secara sistematis dan logis, sehingga mudah dipahami dan diingat.
Ketiga, komunikasi publik harus dilakukan secara transparan dan jujur. Masyarakat harus diberikan akses kepada informasi yang benar dan jelas mengenai suatu topik atau masalah. Dalam hal ini, peran media massa sangat penting dalam menyampaikan informasi secara objektif dan jujur.
Keempat, dalam melakukan komunikasi publik, perlu memperhatikan konteks sosial dan budaya. Pesan yang disampaikan harus diadaptasi dengan baik untuk mempertimbangkan perbedaan budaya dan nilai-nilai lokal. Hal ini akan membantu untuk menyampaikan pesan yang efektif dan membangun dukungan dari masyarakat.
Berikut ini adalah beberapa contoh:
Komunikasi publik tentang vaksinasi COVID-19 di berbagai negara telah menimbulkan perpecahan di antara masyarakat. Beberapa kelompok masyarakat yang skeptis terhadap vaksinasi merasa tidak percaya dengan informasi yang diberikan oleh pemerintah dan media. Di sisi lain, kelompok masyarakat yang mendukung vaksinasi merasa frustrasi karena sulitnya meyakinkan kelompok skeptis.
Komunikasi publik yang buruk tentang vaksinasi COVID-19 dapat membuat masyarakat terbelah dan terkesan tendensius. Oleh karena itu, perlu adanya upaya yang lebih besar untuk memberikan informasi yang jelas, transparan, dan mudah dipahami untuk semua kelompok masyarakat.
Komunikasi publik selama Pilpres AS 2016 dikritik oleh banyak orang karena dianggap merangsang perpecahan di antara masyarakat. Kandidat dari kedua belah pihak memanfaatkan media sosial dan platform lainnya untuk menyebarluaskan pesan yang seringkali tidak benar dan berlebihan.
Hasil dari Pilpres AS 2016 menunjukkan bahwa komunikasi publik yang buruk dapat membuat masyarakat terbelah dan terkesan tendensius. Oleh karena itu, perlu adanya upaya yang lebih besar untuk meningkatkan kualitas komunikasi publik selama pemilihan umum agar masyarakat mendapatkan informasi yang benar dan jelas.
3. Opini AP Hasanudin di Media Sosial
“Perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah? ” kesan tendensius yang penuh arogansi dalam berpendapat dimedia sosial yang melampau batas kewarasan. Sebagai akademisi dan peneliti tentu sosok AP Hasanuddin dengan stetemenya jauh diluar ekspektasi yang menunjukan kredibilitas dan independensinya dalam beropini di media sosial sebagai mimbar bebas. hal ini yang kemudian disayangkan banyak fihak termasuk Muhammadiyah sebagai organisasi masa Islam terbesar di Indonesia dengan berbagai capaian dan pengabdianya sebagai amal baktinya dinegara ini. Tentu opini tersebut dapat memicu pro dan kontra dan berpotensi memecah belah kehidupan berbangsa dan bertanah air. Ironis dan berbanding terbalik dari upaya merawat kebhinekaan yang semu dan tendinsius oleh oknum tersebut.
Sebagai praktisi komunikasi publik, mereka harus memiliki kesadaran untuk menggunakan bahasa yang sesuai dan etis dalam setiap tindakan komunikasi yang dilakukan, terutama ketika menggunakan media sosial yang memiliki cakupan yang luas dan dapat berdampak pada banyak orang. Pola pendekatan komunikasi verbal yang tidak sesuai dan tidak layak dapat merugikan citra dan reputasi organisasi atau pemerintah yang mereka wakili, serta dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan ketidakpercayaan dari masyarakat. Oleh karena itu, mereka seharusnya lebih berhati-hati dan memperhatikan etika dalam setiap tindakan komunikasi yang dilakukan. komunikasi publik adalah alat penting untuk mencerdaskan masyarakat. Namun, untuk mencapai tujuan ini, perlu memperhatikan beberapa hal seperti konteks, jelas dan mudah dipahami, transparan dan jujur, serta memperhatikan konteks sosial dan budaya. Dalam hal ini, gaya bahasa populer dapat digunakan, tetapi tidak boleh dijadikan alasan untuk mengabaikan kualitas informasi dan pesan yang disampaikan.
Oleh : Muhamad Jubaidi, M.A
Sumber : muhcor.umy.ac.id