Nabi Muhammad Bukan Orang Arab?
Author
: Ach. Dhofir Zuhr
Collation
: xi, 207 hlm.: ilus.; 21 cm
Publisher
: Elex Media Komputindo - Jakarta
Call Number
: 297.63
ACH
n
Summary :Belakangan ini, banyak kita dapati ironi kebangkitan gerakan-gerakan yang mengatasnamakan agama dan "jualan" agama demi tujuan tertentu. Dampaknya, agama, khususnya Islam, menjadi sebatas atribut sekadar simbol, kering dan dangkal. Sehingga, "menjadi Arab" seolah lebih penting daripada menjadi Islam, menjadi Indonesia. Padahal, Nabi Muhammad saw., bersabda, "Wahai sekalian manusia, Tuhan kalian satu, dan ayah kalian (Nabi Adam) satu. Ingatlah, tidak ada kelebihan bagi orang Arab atas non-Arab, pun sebaliknya. Tidak ada kelebihan bagi yang berkulit merah atas orang berkulit hitam. Demikian sebaliknya, kecuali dengan ketakwaan. Apa aku sudah menyampaikan?" Mereka menjawab, "Ya, benar Rasulullah, engkau telah menyampaikan." (HR. Ahmad/22.391). Ini senada dengan pesan Al-Qur'an dalam surah Al-Hujurat, 13 dan Al-Isra, 70.
Bahkan, leluhur baginda nabi bukan orang Arab. Nabi Ismail bin Ibrahim as., herasal dari distrik Orkelda atau Ur Kaldan, negeri Babilonia. Nama Ismail adalah arabisasi dari bahasa Ibrani, Yishma yang artinya senantiasa mendengarkan Tuhan dan Tuhan mendengarnya. Oleh karena itu, kepribadian beliau sangat berbeda dengan Arab pribumi (QS. At-Taubah: 97). Benarkah? Lagi pula, apa pentingnya membanggakan suku dan nasab, toh leluhur umat manusia secara biologis itu satu, suci dan mulia, berasal dari surga. Sementara itu, muasal seluruh makhluk secara spiritual, nous dan logos kits satu, yakni Nur Muhammad. Pertanyaannya, "Mengapa kits harus tetap tinggal dan menjadi Indonesia?". Tempat terbaik untuk memulai hidup baru yang berkualitas adalah tempat Anda tinggal sekarang. Setiap kali kits berandai-andai menolak Indonesia, kita akan semakin jauh dari kebahagiaan. Indonesia adalah tempat kits lahir dan berpijak, bersujud, berkarya, menanam harapan, bahkan nanti Tanah Air ini jugs yang akan mendekap ketika kita dikuburkan suatu saat. Tidak harus menjadi Arab dan Eropa, apalagi Amerika, sebab Indonesia adalah identitas kita. Kita tetap bisa berislam dengan berindonesia, beragama sembari bernegara, menjalankan nilai-nilai moral sembari menjaga tradisi leluhur. Kebinekaan adalah anugerah Tuhan, maka kits harus berlapang dada menerima perbedaan dan tetap bersatu menjaga keutuhan negara.
Copies :
No. |
Barcode |
Location |
No. Shelf |
Availability |
1 |
00251432 |
Perpustakaan Pusat UMY |
200 |
Tersedia |
2 |
00251433 |
Perpustakaan Pusat UMY |
200 |
Tersedia |