Birokrasi Publik Dalam Sistem Politik Semi-Parlementer
Editor
: Erwan Agus Purwanto
Subject
: birokrasi, publik, politik, pelayanan publik, kebijakan sosial, kebijakan publik
Publisher
: Gava Media - Yogyakarta
Summary :Hubungan antara birokrasi publik dan politik merupakan isu menarik yang tidak ada habis-habisnya untuk dibahas. Dalam dataran teori, hubungan ini termanifestasikan dalam relasi cinta� dan benci� antara disiplin ilmu politik dan administrasi publik. Relasi panas dingin ini secara menarik kemudian digambarkan sebagai paradigma ilmu administrasi publik oleh Nicolas Henry (1992). Pada dataran praktis, terutama kalau kita mengambil kasus di Indonesia, hubungan antara birokrasi publik dan politik juga menjadi topik yang hangat untuk didiskusikan. Sejak jaman Orde Lama sampai Orde Baru hubungan antara birokrasi publik dan politik ternyata juga diwarnai oleh semangat cinta� dan benci�. Semangat ini yang kemudian merusak hubungan Soekarno-Hatta karena ketidaksepatakan mereka tentang hal ini. Sebab, Hatta ingin birokrasi yang profesional untuk mengisi kemerdekaan sementara Soekarno ingin birokrasi juga harus dilibatkan dalam gerakan politik (revolusi nasional) yang dianggapnya belum selesai. Pada era Soeharto, sebagai pengaruh idiologi developmentalism yang dianutnya, hubungan antara birokrasi publik dan politik ditandai oleh upaya mensterilkan birokrasi publik dari pengaruh politik. Dengan semangat netralitas birokrasinya, birokrasi hanya dipandang sebagai mesin untuk mencapai target-target pembangunan.
Pada saat reformasi berhasil menurunkan regim Orde Lama, hubungan antara birokrasi publik dan politik kemudian berubah format lagi. Menguatnya peran partai politik sebagai konsekuensi diberlakukannya sistem multi partai berimplikasi bahwa, secara diam-diam, Indonesia telah menganut sistem semi parlementer. Perlunya dukungan partai politik di parlemen menyebabkan, meskipun Indonesia menganut asas presidensial, presiden harus mengakomodasi orang partai untuk duduk di dalam kabinet. Akibatnya kabinet presiden (mulai dari Gus Dur sampai SBY) bukan lagi kabinet ahli tapi menjelma menjadi kabinet pelangi. Bagaimana implikasi terjadinya pergeseran sistem politik dari sistem predensial ke arah sistem semi parlementer terhadap dinamika kehidupan birokrasi publik di Indonesia dengan berbagai macam aspeknya merupakan pertanyaan pokok yang akan dijawab dalam buku ini.
Copies :
No. |
Barcode |
Location |
No. Shelf |
Availability |
1 |
05167671 |
Perpustakaan Prodi Ilmu Pemerintahan |
|
TIDAK DIPINJAMKAN |